Mendaki Gunung Prau, Gunungnya Para Pemula

by - 19.06

Hai Guys, 
What's Up! 



Kali ini saya mau bercerita tentang perjalanan saya, mendaki gunung pertama di usia 30. Cerita sedikit, sebenarnya saya lebih suka pantai ketimbang gunung. Kenapa? Ya karena gak perlu repot dan capek untuk dikunjungi. Hehehe. Namun, Indonesia kan terkenal juga akan gunung-gunung indahnya, so mumpung masih bisa nanjak, maka saya mulai melirik wisata gunung. Katanya, gunung Prau adalah gunung yang cocok untuk pemula. Jadilah gunung Prau pilihan pertama saya.

Pendakian gunung Prau saya lakukan tanggal 26-27 Oktober 2019 bersama dengan empat teman saya, yaitu Mawar, kembaran saya, Om Eka, Uli dan Silo, teman yang baru kenal. Mereka berempat berangkat dari Jakarta, sedangkan saya sendiri yang berangkat dari Purbalingga.

BERANGKAT...

Sabtu pagi, diantar kakak, saya tiba di Terminal Purbalingga pukul 5:40 pagi. Sebenarnya saya masih bingung harus naik bis yang mana, syukurnya ada bapak tukang becak yang memberi tahu saya bis yang bisa saya naiki menuju terminal Mendolo, Wonosobo. Ternyata, bukan hanya saya sendiri. Bis yang saya tumpangi didominasi pemuda pemuda pembawa ransel juga. Jadi saya yakin saya enggak salah naik bis. Hehehee.

Bis AC yang saya naiki pun mulai melaju, tak lama kernet meminta ongkos sebesar 50 ribu rupiah. Sembari membayar saya bertanya, saya harus turun dimana kalau mau ke Dieng, dan si kernet menjelaskan agar saya turun saja di pertigaan yang saya lupa namanya. Hehehe. Berhubung belum paham saya minta tolong kernetnya untuk memberhentikan saya ditempat yang dimaksud dan syukurnya sang kernet baik hati mengiyakan.

Menurut saya bis melaju dengan lambat, karena sering berhenti untuk mengambil penumpang. Saya yang mabokan naik bis pun berusaha tidur agar tidak mual. Kurang lebih 2,5 jam akhirnya kernet memberitahu saya untuk siap-siap. Lalu saya pun diturunkan di lokasi yang dimaksud.

BERTEMU... 

Setelah turun saya pun langsung menelpon rombongan teman yang lain, ternyata mereka masih sarapan di Terminal Mendolo. Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya rombongan saya menjemput saya dengan mobil.

Lalu kami pun menuju Dieng, lagi-lagi karena mual saya berusaha untuk tidur. Tapi hal itu susah terwujud, karena bapak sopir mengemudi layaknya Vin Diesel di film fast furious, alias ngebut dan menegangkan. Hahahaa. Pokoknya udah kayak arena balapan aja deh. Syukurnya saya enggak muntah. Hehehe.

Sekitar 40 menit kemudian akhirnya kami tiba di Basecamp Banteng Patak, lalu kamu menuju rumah pak Yadi. Jadi pak Yadi ini yang sudah kami kontak untuk mengatur dan mengantar kami mendaki Gunung Prau.

TIBA... 

Di rumah pak Yadi yang digunakan sebagai basecamp inilah kami berbenah dan membereskan apa yang hendak dibawa. Lalu sekitar pukul 1 siang, kami mulai akan mendaki. Pas udah mulai menuju jalur pendakian, ehh pak Yadi menginformasikan kalau dari basecamp menuju pos 1 itu tersedia ojek dengan biaya 15 ribu. Naik ojek sangat efektif karena sudah bisa menghemat waktu dan tenaga berjalan selama 20 menit. Tanpa pikir panjang kami langsung memilih alternatif ojek sebagai pembuka pendakian kami. Hahahaha. Ini sih memang pendaki yang enggak mau susah. Wkwkwk. Ya saya pikir itu cukup murah dan bisa membantu perekonomian masyarakat setempat, jadi kenapa enggak? *alasan banget, padahal karena enggak mau jalan jauh aja. Hahaha.

PENDAKIAN... 

Jadilah kami tiba-tiba.. cling, udah sampe di post 1 aja.. Hahahaa, ajaib banget! Cuma butuh waktu sekitar 5 menit kami udah sampe pos 1. Bener-bener gak salah pilih. Lanjut dari post 1 menuju post 2 kami berjalan sekitar 30 menit-an dengan jalur agak menanjak, tapi gak nanjak-nanjak banget sih. Cuma cukup menguras tenaga, bahkan saya sempet terjerembap jatuh akibat kurang hati-hati ketika mengambil video.

Lalu tibalah kami di warung terakhir di post 2. Kami makan buah dan gorengan, terus istirahat hampir 30 menit sendiri. Bayangin, sebenernya kami niat naik gunung enggak sih ini. Wkwkwkwk


Akhirnya rute dari post 2 menuju post 3 kami beneran mendaki. Jalurnya naik terus gak ada landainya. Wahh baru kerasa anak gunungnya. Di sinilah mental mulai diadu. Nehh bahasanya. Saya sendiri mulai ngeluh dan berasa mulai nyesel kenapa pula harus ikut naik gunung. Tapi setiap perasaan itu muncul, maka saya langsung bilang pada diri sendiri, "tenang, aku pasti bisa! gak usah buru-buru puncaknya gak bakalan pindah".


Syukurnya saya dan teman yang lain juga selow aja jalannya, udah gitu pak Yadi sabar banget nemenin dan motretin kami tiap ada spot ketjeh untuk foto. Padahal pak Yadi sambil bawa keril yang gedenya udah kaya orang diusir dari rumah. Oiya, salah satu tips kalau capek daki, banyakin aja foto-foto pasti nanti gak kerasa capeknya, tapi ya itu gak bakalan sampe-sampe. Wkwkwkw.



Setelah perjuangan panjang dan kaki terus dipaksa nanjak, akhirnya kami tiba di pos 3 atau yang biasa disebut pos cacingan. Jangan tanya kenapa namanya begitu ya. Yang pasti istirahat sejenak di sini itu rasanya adem banget kayak liatin muka gebetan. Dikelilingi pepohonan rindang, cocok banget untuk duduk sejenak melepas penat. Saya lihat ada yang mendirikan tenda di sini. Jadi mungkin biar gak bawa barang banyak pas summit jadi nendanya di pos 3.



Kalau lihat jalur trek yang harus saya lalui, maka saya rasa wajar kalau gunung Prau ini dijadikan gunung pemula bagi para pendaki. Jadi jalurnya itu nanjak terus. Cuma enggak terlalu jauh karena tingginya yang 2565 mdpl.


Lagi capek-capek nanjak langit pun menggelap, kabut mulai menutup perjalanan, rintik hujan mulai menyapa. Udah dramatis belum? Hehehe, syukurnya kami pun berhasil tiba di post bayangan, dimana sinyal berada, yaitu post pelawangan. Kalau kalian udah baca tulisan ini berarti, selamat anda sudah hampir tiba. Ueaayae.

Lalu dengan sisa-sisa tenaga yang ada akhirnya kami tiba di area camp diiringi deras hujan yang berjatuhan kami berjalan cepat menuju tenda. Untungnya kami menggunakan jasa private open trip, begitu sampai kami langsung bisa masuk tenda. Hahahaa. Awalnya, biayanya sebesar 300/pax utk 6 orang, tapi tiba-tiba satu teman kami berhalangan hadir, jadinya kami kena biaya tambahan 300/ 5 orang. Tapi saya rasa jumlah itu sesuai dengan fasilitas yang kami dapat. Yaitu, mobil antar jemput terminal Mendolo-Basecamp Patak Banteng, tenda, makan 2 kali, toilet portable, dan kami hanya membawa barang pribadi saja. Udah gitu pak Yadi sebagai guide nya juga sangat ramah dan lucu. Affordable banget lah harganya.

AREA CAMP... 

Sesudah hujan reda kami berfoto sejenak ala megang cangkir di depan tenda orang lain dengan background kabut di belakang. Lalu kami berlima berkumpul dan bermain games yang menceritakan aib kami masing-masing. Untuk sesi ini gak usah saya perjelas ya, intinya kami jadi lebih tahu rahasia satu sama lain. Hahaha. Lagi asik main, ehh dianterin makanan enak berupa nugget, sop dan telur goreng. Ya ampun lagi-lagi saya mikir ini kami beneran anak gunung bukan sih. Hehehehe


Setelah kenyang jadinya ngantuk, jugaan badan udah capek banget, jadi kami memutuskan untuk tidur. Maksud hati tidur nyenyak namun apadaya harus bolak balik terbangun karena udara yang cukup dingin. Selain itu ada rombongan lain yang menyalakan musik dengan sangat keras. Malam itu gunung bak club malam. Berisik!! Hadeuhh please banget buat teman-teman yang suka naik gunung atau ada wacana naik gunung, jangan ditiru kelakuan begini. Itu mengganggu banget sih, sayang aja enggak ada petugas patrolinya, kalau ada pasti suruh matiin deh musiknya.

Tidur dengan keadaan tak nyenyak dengan segala rintanganya membuat waktu berjalan sangat cepat, eh tiba-tiba udah jam 04:30 pagi, ngintip keluar tenda dan langit udah keliatan cerah dengan warna oranye. Masih ngantuk tapi masak jauh-jauh cuma buat tiduran doang, akhirnya saya dan kembaran sepakat untuk bangun dan keluar tenda. Iyalah kalau tidur mah bisa kapan aja, tapi kalau lihat sunrise di gunung kan jarang-jarang. Pemikiran itu yang bikin kami semangat bangun. Hehehehe.

SUNRISE HUNTING... 

Selain kami teman kami yang lain juga udah pada bangun. Jadilah kami berlima pergi untuk menuju spot yang kami inginkan. Udara cukup dingin, tapi karena jalan nanjak menuju spot selanjutnya, udara dingin perlahan menghilang.


Mulailah kami berfoto di sana sini dan ambil video. Menangkap moment matahari terbit dibalik gunung. Selain kami sudah ada ratusan sunrise hunter lainnya. Wahh ternyata begini ya rasanya berburu pagi bersama ratusan orang. Hehehe. Oiya, hal penting yang harus kita ingat, seheboh apapun kita mau mengabadikan keindahan dan moment di gunung, usahakan tetap tertib dan menjaga kelestarian alam sekitar ya guys. Misalnya jalan sesuai trek, enggak metikin tanaman yang ada dan jangan sampai buang sampah sembarangan. Biar alam kita selalu terjaga keberadaannya. Oke?


Setelah hampir 2 jam berkeliling dan foto sana sini sembari menikmati udara segar, kamipun sepakat untuk kembali ke tenda. Kami yang awalnya mau pulang lewat jalur dieng Kulon, akhirnya memutuskan untuk tetap kembali via patak banteng. Selesai sarapan dan packing, kamipun persiapan turun. Sebelumnya kami menyempatkan diri foto di depan plang dengan tulisan 2565 mdpl. Ini Wajib banget sihh katanya. Hehehe.



TURUN... 

Kami turun jam 8:30 pagi, kalau pas berangkat kami harus nanjak, sekarang kami harus menuruni jalan. Saya pribadi merasa lebih capek dan kudu ekstra hati-hati. Karena harus kuat menahan tubuh yang bertumpu pada kaki saja. Walaupun capek tapi pulangnya terasa lebih cepat. Jadi sekitar 10:30 pagi kami udah sampe basecamp rumahnya pak Yadi lagi. Dengan catatan istirahat selama 30 menit di warung pos 2 dan naik ojek lagi dari pos 1 menuju basecamp. Hehehehee.



Lalu sesampainya di Basecamp pak Yadi, kami kembali beberes. Lalu selesai beberes kami mampir untuk membeli oleh-oleh. Selanjutnya kami diantar kembali ke terminal Mendolo, setelah sebelumnya kami makan sore di rumah makan yang terkenal akan mie ongkloknya. Sesampainya di terminal kamipun berpisah.


PULANG... 

Saya mencari bus menuju Purbalingga. Kali ini bis ekonomi kecil, dengan ongkos 25 ribu, maka 2,5 jam kemudian saya sudah tiba kembali di terminal Purbalingga dan sudah ditunggu kakak saya. Welcome home!

Perjalanan ini sangat singkat, cuma sabtu minggu tapi sangat menyenangkan, capek sihh tapi sebanding dengan pengalaman yang saya dapatkan. Pantas saja orang pada suka naik gunung, saya aja udah semangat pengen naik gunung lagi, walaupun dua hari kemudian kaki saya sakit banget sampe gak kuat jalan. Hahahhaa. Duhh naik gunung apa nih selanjutnya.


HAPPY READING SEGERAKAN TRAVELING! 

WITH LOVE, 

MRS





You May Also Like

2 komentar

  1. Saya yang tinggal di Purbalingga dari dulu malah belum sempet naik gunung Prau. Apalagi sekarang, usia tidak lagi muda, ya sudah malas kali jalan kaki begitu (kalau saya). Dulu jaman sekolah sempet naik gunung Sindoro. Terus tahun 2016 hanya camping di bukit, itu pun saya sudah ngos-ngosan.

    Bus Purbalingga - Wonosobo memang begitu, karena tidak langsung jalan tapi harus menaik dan turunkan penumpang.

    Btw, seneng ya, bisa melihat sunset dari ketinggian. Duh, kapan lagi saya bisa mendaki ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini saya juga udah menua sihh mba, jd mumpung msh bisa daki deh... Hehehee.. Makasih udh mampir mba..

      Hapus