Rumah Adat Sade: Jejak Tradisi Suku Sasak Yang Bertahan

by - 04.33

Hai Guys,
How's Your Life?

Masih dalam rangkaian #throwback traveling  April 2017 kali ini saya akan menceritakan tentang pengalaman saya mengunjungi Rumah Adat Sade. Saat ke sini, sebenernya saya bersama temen saya, Mama Yona dan anaknya, Yona. Setelah  sebelumnya sudah mendatangi tempat wisata lainnya. Mungkin karena kecapekan, maka Yona tertidur di pangkuan mama Yona, jadinya saya sendirian aja deh masuk ke dalam rumah adat Sade. Sebelum masuk, saya foto dulu dong di pintu masuknya, berasa ga afdol kalo ga foto di sini. 

Dalam perjalanan mau masuk bakalan banyak tour guide lokal yang menawarkan diri untuk menemani agar bisa mengerti sejarah dan nilai budaya dari rumah adat Sade. 

Begitu masuk kita bisa menyaksikan salah satu seni musik, kayak semacam musik selamat datang  Jadi dari pintu masuk udah terdengar alunan musik yang dimainkan oleh para pemusik sini dan kita bisa tonton sepuasnya. 

Musiknya lumayan keras, jadi bikin semangat untuk menjelajahi rumah tradisional ini, wong diawal aja pembukaannya udah keren banget, gimana dalamnya coba?

Yeeeeyyy bisa juga foto di depan palang ini. Thanks God.
Sesuai dengan namanya, rumah adat Sade ini berada di dusun Sade, tepatnya di desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Masyarakat yang tinggal adalah asli suku sasak, maka tidak heran rumah adat Sade bisa disebut sebagai rekam jejak masyarakat suku sasak, sebagai suku asli orang lombok.  Di rumah adat Sade kita masih bisa menemukan kearifan lokal suku sasak yang masih dipertahankan.

Tidak ada tiket masuk untuk para pengunjung, kita bebas masuk ke tempat ini. Berhubung saya emank ga ngerti apa-apa tentang tempat ini, mama Yona memang menyarankan untuk memakai jasa tour guide biar lebih ngerti akan sejarah dan budaya rumah adat Sade. Jadi saya sarankan untuk memakai jasa tour guide lokal ya guys, karena memang bermanfaat banget. Melalui cerita dan penjelasan sang tour guide saya menjadi tahu arti pentingnya filosofi sebuah bangunan, khususnya rumah bagi masyarakat sasak. 

Salah satu filosofi dari rumah adat Sade adalah, pintunya yang sengaja didesain kecil sehingga setiap orang yang hendak masuk harus menundukkan kepala. Hal ini mengajarkan kita untuk saling menghormati dan menghargai antara tuan rumah dan tamu.

Oh ya kalo kalian perhatikan, di foto berikut, sebenernya ada 3 buah anak tangga cuma satunya ga keliatan, ternyata tiga buah anak tangga ini juga ada filosofinya loh. Tiga anak tangga ini menunjukkan bahwa yang paling atas adalah Tuhan, yang kedua Ibu dan yang ketiga adalah Ayah. 

Liat geh, kecil banget kan ukuran pintunya.

Terlepas dari kalian setuju apa engga itu urusan kalian ya guys, but yang mau saya sampaikan adalah banyak hal luar biasa baiknya yang bisa kita pelajari dari sebuah kesederhanaan . Ya ampun mendadak jadi bijak banget saya..ahhh jadi malu.


Setiap bangunan di desa ini seperti Masjid, lumbung, berugak dan bangunan lainnya di bangun dengan anyaman bambu sebagai dindingnya, kayu sebagai tiang rumah dan alang-alang kering sebagai atapnya. Karena hal tersebutlah rumah ini menjadi istimewa, karena menyebabkan rumah sejuk pada siang yang terik dan hangat pada malam hari yang dingin. 


Ya ampun ga butuh barang yang mahal ya untuk hal istimewa macam ini. kalo semua rumah di Indonesia kayak gini, mungkin pabrik AC bakalan tutup.LOL

Gak berhenti sampe situ, bahkan ada keunikan dalam cara perawatan bangunan seperti ini, yaitu lantainya yang terbuat dari tanah liat dan sedikit sekam harus dipel dengan air yang dicampur dengan kotoran kerbau kemudian setelah kering disapu dan digosok dengan batu. Hal ini dipercaya mampu membuat lantai terasa halus dan lebih kuat, selain itu, berfungsi juga untuk menghalau serangga sekaligus menangkal serangan magis yang dikirimkan kepada orang rumah.

Salah satu bentuk dapur yang sangat sederhana.

Wowwww...manfaaatnya banyak banget ya...aseli dehh bener-bener unik rumahnya dan waktu saya dengerin penjelasan bapak guide saya sampe terbengong-bengong loh.


Bagi masyarakat sasak, rumah bukan hanya sekedar bangunan namun menjadi sebuah tempat nilai-nilai sosial dan kebudayaan di turunkan. Rumah memiliki posisi penting tidak hanya bagi individu namun juga keluarga dan komunitas sosial lainnya. Rumah tidak hanya sebagai pemenuhan akan tubuh yang berlindung, namun juga perlindungan bagi jiwa dan spiritual.

Oh ya, untuk jasa yang kita pakai, kita tidak diharuskan membayar suatu jumlah. Pembayaran di berikan sesuai dengan keikhlasan kita kepada tour guide yang telah membantu menjelaskan tentang rumah adat Sade. Waktu itu saya berikan sebesar Rp. 50.000,- untuk waktu sekitar 15 menit. Kata Mama Yona itu kebanyakan...


Ada banyak hal seru yang bisa dilakukan di sini. 


Kita bisa foto-foto. Pastinya dengan keindahan rumah-rumah adat tersebut, dengan bentuknya yang unik dan ditata dengan sangat apik membuat foto-foto kita ga hanya keliatan keren, tapi keliatan Indonesia banget.

Model in action

Muka cantik saya kog ga keliatan..

Saya juga nyobain untuk menenun kain khas lombok bersama si nenek yang baik banget, yang ngasih tahu cara memintal benang yang akan dipake nantinya untuk menenun kain lombok. 

Oh ya, katanya untuk semua gadis disini diharuskan bisa memintal dan menenun loh, kalau belum bisa maka si gadis dianggap belum diijinkan untuk menikah.

Untungnya saya gak tinggal di sini, bisa-bisa jadi perawan cantik entar...

Etapii menurut saya, tradisi ini bagus banget loh, jadi kemampuan menenun tetep bakalan terjaga keberadaannya. Salute!


Ini beneran ga tahu sebelumnya, ternyata si nenek ini pas banget lagi pake baju tradisional Lombok...pasti kalian udah sering banget foto si nenek di setiap artikel yang membahas tentang rumah adat Sade. Penasaran siapa si nenek..cusss lah ke sini.


Wahh harus beneran bisa nenun nihh..kalo enggak bisa entar ga boleh nikah..hiksss.

Biasanya kalau mengunjungi suatu tempat kita pasti nyari khas daerah yang kita datengin, nah di sini juga selain kain tenun Lombok ada banyak pernak-pernik yang bisa kita dapatkan yang menjadi khasnya Lombok. 

Berhubung memang saya gembel solo backpacker saya gak beli apa-apa deh, ya mikirin bisa pulang dengan selamat aja udah untung. Wkwkkwwk..

Padahal lucuk-lucuk banget aksesorisnya..pacar..mana pacar..loh..loh....

Cuma liat dong ga beli..lagian memang penjualnya ga ada. Ya mungkin penjualnya tahu saya ga bakalan beli.
Kira-kira itulah beberapa hal yang saya lakukan. Sebenernya kalau ada waktu lebih banyak dan dateng rombongan pasti bakalan lebih banyak pengalaman seru lainnya yang bisa didapatkan. Secara saya yang cuma bentar di guide in aja dapat banyak hal menarik. 

Hari sudah semakin sore dan rumah mama Yona masih jauh.

Saya juga sendirian bingung mau ngapain lagi (baca= udah ga ada yang motoin)

Maka saya pun balik ke parkiran dan pulang deh. 




Selamat tinggal...ketemu di kesempatan berikutnya.

Mengunjungi rumah adat Sade enggak hanya menjawab rasa penasaran saya, malahan saya dapat banyak hal berharga di sini. Nilai sebuah rumah yang sesungguhnya, rumah yang diisi dengan kepelbagaian fungsinya, yang menyentuh ga hanya raga namun juga jiwa. Pokoknya keren banget kalo kalian berkunjung ke sini. So kapan mau ke sini? Happy Reading Segerakan Travelling!

PS: Saya bersyukur banget bisa dateng ke sini, dan berharap semua daerah di Indonesia masih memiliki hal serupa seperti ini, karena hal ini adalah  salah satu bentuk nyata pelestarian kita terhadap budaya dan kearifan lokal yang ada. Maka sebagai pengunjung kita harus selalu menjaga peraturan dan nilai-nilai yang ada dalam suatu daerah ya guys. Selalu menjaga baik tradisi dan budaya yang masih ada. Ahh suka banget pokoknya tempat ini. Semoga ke depannya bisa lebih banyak mengunjungi rumah adat lainnya. Amin.



With Love,


MRS

You May Also Like

2 komentar

  1. Aku ke sini udh 16 tahun lalu de. Tapi sebel fotonya ga ada yg jadi. Berkabut semua. Padahal wktu ksna terang benderang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahhh udah dari lama kakak udah kesini ya...sedangkan aku baru setahun lalu..hahahaha....ya sayang banget kak...iya disini tempatnya terang benderang banget padahal..

      Hapus