• Home
  • About
  • Contact
    • Category
    • Category
    • Category
  • Shop
  • Advertise

Mengenai Saya

Foto saya
mrs.kingdom17
Hiiii... how's your life?
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.
facebook twitter instagram pinterest bloglovin Email

Mengenai Saya

Foto saya
mrs.kingdom17
Hiiii... how's your life?
Lihat profil lengkapku
Hai Guys,
What's Up!


Kali ini aku mau cerita tentang Goa yang ada di Cirebon. Namanya goa Sunyaragi. Perjalanan ini masih dalam rangkaian one day trip ke Cirebon bersama backpacker Jakarta (BPJ).

Waktu itu sore sudah menyapa. Sinar matahari mulai bersiap kembali ke peraduannya. Tapi jangan salah goa ini justru kebanjiran pengunjung. Ada begitu banyak orang di tempat ini.


Setelah melewati pintu masuk, saya dan rombongan terlebih dahulu berfoto di depan tulisan "Goa Sunyaragi". Mumpung cahaya masih bagus. Puas foto keluarga bersama kamipun berpisah masing-masing untuk mengelilingi goa yang katanya merupakan salah satu jejak sejarah kerajaan Cirebon.


Goa Sunyaragi ini berada di kelurahan Sunyaragi, kesambi, kota Cirebon. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota, jadi tidak heran banyak orang yang menjadikan goa ini salah satu tempat wajib kunjung jika bermain ke Cirebon. Goa yang namanya berasal dari bahasa sansekerta "sunya" yang berarti sunyi/sepi dan kata "ragi" yang berarti raga ini, nyatanya sudah tak sesunyi dulu lagi.


Ya tujuan utama gua ini dahulu didirikan memang untuk tempat menyepi atau untuk bertapa para sultan dan keluarganya.


Lain dulu lain sekarang. Saat ini banyak sekali pengunjung yang datang untuk berjalan jalan dan cari spot terbaik untuk foto. Memang reruntuhan kaya dari goa ini menjadi daya tarik tersendiri. Terkesan unik dan mistis.



Begitupun dengan saya dan Afgan, kami mengelilingi tempat ini sambil berhenti untuk foto di setiap spot. Hahahaa.



Happy Reading Segerakan Traveling!

With Love,
MRS

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Hai Guys,
What's Up!

Kalau di postingan sebelumnya aku bahas tentang danau hati besar Karawapop, maka kali ini aku akan bahas danau cinta versi mininya, yaitu danau love kecil atau biasa di sebut Dafalen.


Berbeda dengan danau Karawapop yang bisa di daki melalui tangga, untuk menuju puncak demi melihat danau hati kecil ini maka trek yang akan didaki lebih berat. Memang ada tangga kayu tersedia, tapi jarak antar tangganya itu jauh banget kayaknya dibuat standar panjangnya kaki bule. Apadaya kaki saya yang pendek ini. Jadi tinggi satu anak buah tangga itu hampir setengah tinggi badan saya, nah loh kebayang dong perjuangannya.


Selain itu di beberapa titik, tangga kayunya udah mulai rusak bahkan hampir tak bersisa. Beneran dehh harus hati-hati banget pas daki bukit ini.

Diperlukan sekitar 20 menit untuk sampai puncak, memang gak terlalu tinggi, tapi rutenya yang terjal dan miring banget yang bikin agak merinding.

Sesampainya di puncak, langit yang dari tadi mendungpun mulai mengeluarkan rintiknya. Ya ampun, baru juga sampai puncak. Langsung deh saya dan teman giliran untuk berfoto ala kadarnya. Yang penting ada bukti udah pernah ke puncak ini. Hehehehe

Selain permukaan air yang menunjukkan view berbentuk hati, di sisi lain kita bisa melihat indahnya gugusan bukit dengan air hijau toscanya. Sayang langit sudah sangat mendung. Jadi gak keliatan jelas keindahannya.



Guyuran hujan semakin deras, gak ada tempat berteduh untuk berfotopun udah gak memungkinkan. Ada teman-teman saya yang langsung turun, sedangkan saya memilih untuk berteduh. Ehh ternyata hujan gak kunjung reda. Mau gak mau turun deh.

Waktu turun jadi lebih susah, karena kami harus ekstra hati-hati. Duhhh pokoknya udah berasa kayak anak gunung terjebak hujan deh. Biar aman kami memilih pelan yang penting selamat. Lagian udah basah ini.

Akhirnya kami tiba di dermaga kembali. Ada teman-teman yang masih berfoto juga. Kayaknya sih karena kurang puas foto di atas. Hehehe.

Demikianpun dengan saya. Bayangin aja, kami mendaki sekitar 20 menit, ehh di puncak gak sampai 5 menit. Hemmm semoga ada rejeki lebih biar bisa balik lagi ke sini. Amin.

Happy Reading Segerakan Traveling!

With Love,

MRS



Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hai Guys, 
What's Up! 




Nyanyi bareng dulu yokk...

Begitu banyaknya pulau yang indah,
Inilah Papuaku uuu
Permata hijau laut dan seninya
Begitu menyenangkan jiwa

Banyak pujian dan kekaguman
Budaya dan alammu uu
Kamu dan aku sama-sama cinta
Cinta padamu Papuaku

Tiada yang lebih membanggakan jiwa
Hanyalah Papuaku uu
Senyuman tulis dan penuh cinta
Sungguh menyentuh sanubari

Harumkan... Indonesia
Dari... Sini
Satu kan... Tujuan...
Dalam.... Cinta

Cobalah menjaga kan sudah semestinya dijaga
Papuaku tercinta biarkan alamnya terus indah.

Lirik di atas adalah sebagian lirik dari lagu " Papua dalam Cinta" yang dinyanyikan oleh Pay ft Soa-soa. Asli dehh liriknya beneran menggambarkan keadaan Papua yang bagusnya... WAHGELASEHH.. which is gue sebenernya bingung harus ngungkapinnya pake kalimat apa.

Jadi aku mau ngasih tahu tentang satu wisata yang menurut aku indah banget. Karya Tuhan yang luar biasa yang di titipkan di Tanah pace mace ini. Saking cantiknya bikin speechless..

Jadi namanya adalah Danau Karawapop, atau biasa dikenal sebagai danau cinta. Danau ini berada di kawasan geosite Karawapop. Danau yang jika dilihat dari ketinggian berbentuk seperti hati ini adalah danau alami. Berbentuk seperti hati karena warna air yang berbeda yang membentuk hati. Ajaib banget kan!


Sesuai namanya, kawasan Raja Ampat itu terbagi menjadi empat bagian pulau besar. Yaitu dengan Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Nah di Misool lah kita bisa melihat danau cantik ini.

Katanya, danau ini dulunya ditemukan oleh wisatawan asing yang sedang menjelajahi pulau-pulau kecil di Misool. Iya sih kalau bule biasanya liburan sampai berbulan-bulan lah kita bisa liburan seminggu aja udah syukur banget.


Danau Karawapop ini masih dikelola perorangan ya, belum dikelola pemerintah setempat. Jadi untuk bisa melihat danau ini, kita harus ijin dulu dengan ama pemiliknya yang ada di kampung Yellu. Nanti bakalan dikasih kunci untuk bisa masuk ke dalam kawasan ini.



Harganya sendiri 70 ribu untuk wisatawan lokal dan 75 ribu untuk wisatawan asing. Serius ini kenapa perbandingannya murah banget ya, harusnya untuk wisatawan asing bisalah dua kali lipat. Kita keluar negeri aja susah. Hehehe.



Di bagian pintu masuk sudah tersedia dermaga, gazebo dan loket masuk. Sesudah membayar kita baru bisa masuk. Selanjutnya kita harus menaiki tangga yang sudah dibangun selama sekitar 30 menit. Tenang, 30 menit engap campur happy kog, soalnya udaranya segar dan di beberapa anak tangga udah ada spot untuk istirahat. Jadi gak perlu kuatir.



Sesampainya di atas, ada dua spot yang tersedia. Spot pertama sudah dibangun ruangan dari kayu yang memudahkan untuk mengabadikan bentuk hati danau Karawapop. Untuk yang mau lebih natural, maka bisa berfoto di atas bebatuan karang, tapi ya itu kudu hati-hati banget karena langsung berhadapan dengan jurang.



Selain bisa melihat view danau berbentuk hati dari atas kita bisa juga lihat dermaga tempat pemberhentian kita, nanti langsung takjub, wahh ternyata aku naik setinggi itu ya. Hehehee.



Oiya, jangan lupa pake sunblock dan bawa air minum ya karena belum ada warung di atas. Terus harus mau antre untuk berfoto. Selain itu cukup sadar untuk gak ambil foto terlalu lama karena banyak yang antre sedangkan tempat untuk berdiri juga terbatas, jadi biasakan peka dengan keadaan sekitar ya guys. Satu lagi, jangan buang sampah sembarangan dan selalu jaga fasilitas yang ada ya guys. Jadi keberadaan danau ini selalu terjaga.


My random opinion

Setelah liat danau ini awalnya aku berpikir, kalau Tuhan tepat banget ngedesain danau ini di tanah Papua, jadi tanah Papua punya daya tarik wisata yang membuat para pengunjung datang. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, kayaknya bukan karena itu dehh, tapi lebih kepada karena Tuhan tahu, keberadaan danau cinta ini menunjukkan identitas warga Papua yang penuh akan cinta kasih dan pasti akan menjaga danau ini dengan sepenuh hati. Duhhh bisa dibilang danau Karawapop menjadi simbol cinta Tuhan kepada tanah Papua.

God Bless Papua! 

Happy reading Segerakan Traveling!

With Love, 

MRS 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hai Guys, 
What's Up! 



Kali ini saya mau bercerita tentang perjalanan saya, mendaki gunung pertama di usia 30. Cerita sedikit, sebenarnya saya lebih suka pantai ketimbang gunung. Kenapa? Ya karena gak perlu repot dan capek untuk dikunjungi. Hehehe. Namun, Indonesia kan terkenal juga akan gunung-gunung indahnya, so mumpung masih bisa nanjak, maka saya mulai melirik wisata gunung. Katanya, gunung Prau adalah gunung yang cocok untuk pemula. Jadilah gunung Prau pilihan pertama saya.

Pendakian gunung Prau saya lakukan tanggal 26-27 Oktober 2019 bersama dengan empat teman saya, yaitu Mawar, kembaran saya, Om Eka, Uli dan Silo, teman yang baru kenal. Mereka berempat berangkat dari Jakarta, sedangkan saya sendiri yang berangkat dari Purbalingga.

BERANGKAT...

Sabtu pagi, diantar kakak, saya tiba di Terminal Purbalingga pukul 5:40 pagi. Sebenarnya saya masih bingung harus naik bis yang mana, syukurnya ada bapak tukang becak yang memberi tahu saya bis yang bisa saya naiki menuju terminal Mendolo, Wonosobo. Ternyata, bukan hanya saya sendiri. Bis yang saya tumpangi didominasi pemuda pemuda pembawa ransel juga. Jadi saya yakin saya enggak salah naik bis. Hehehee.

Bis AC yang saya naiki pun mulai melaju, tak lama kernet meminta ongkos sebesar 50 ribu rupiah. Sembari membayar saya bertanya, saya harus turun dimana kalau mau ke Dieng, dan si kernet menjelaskan agar saya turun saja di pertigaan yang saya lupa namanya. Hehehe. Berhubung belum paham saya minta tolong kernetnya untuk memberhentikan saya ditempat yang dimaksud dan syukurnya sang kernet baik hati mengiyakan.

Menurut saya bis melaju dengan lambat, karena sering berhenti untuk mengambil penumpang. Saya yang mabokan naik bis pun berusaha tidur agar tidak mual. Kurang lebih 2,5 jam akhirnya kernet memberitahu saya untuk siap-siap. Lalu saya pun diturunkan di lokasi yang dimaksud.

BERTEMU... 

Setelah turun saya pun langsung menelpon rombongan teman yang lain, ternyata mereka masih sarapan di Terminal Mendolo. Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya rombongan saya menjemput saya dengan mobil.

Lalu kami pun menuju Dieng, lagi-lagi karena mual saya berusaha untuk tidur. Tapi hal itu susah terwujud, karena bapak sopir mengemudi layaknya Vin Diesel di film fast furious, alias ngebut dan menegangkan. Hahahaa. Pokoknya udah kayak arena balapan aja deh. Syukurnya saya enggak muntah. Hehehe.

Sekitar 40 menit kemudian akhirnya kami tiba di Basecamp Banteng Patak, lalu kamu menuju rumah pak Yadi. Jadi pak Yadi ini yang sudah kami kontak untuk mengatur dan mengantar kami mendaki Gunung Prau.

TIBA... 

Di rumah pak Yadi yang digunakan sebagai basecamp inilah kami berbenah dan membereskan apa yang hendak dibawa. Lalu sekitar pukul 1 siang, kami mulai akan mendaki. Pas udah mulai menuju jalur pendakian, ehh pak Yadi menginformasikan kalau dari basecamp menuju pos 1 itu tersedia ojek dengan biaya 15 ribu. Naik ojek sangat efektif karena sudah bisa menghemat waktu dan tenaga berjalan selama 20 menit. Tanpa pikir panjang kami langsung memilih alternatif ojek sebagai pembuka pendakian kami. Hahahaha. Ini sih memang pendaki yang enggak mau susah. Wkwkwk. Ya saya pikir itu cukup murah dan bisa membantu perekonomian masyarakat setempat, jadi kenapa enggak? *alasan banget, padahal karena enggak mau jalan jauh aja. Hahaha.

PENDAKIAN... 

Jadilah kami tiba-tiba.. cling, udah sampe di post 1 aja.. Hahahaa, ajaib banget! Cuma butuh waktu sekitar 5 menit kami udah sampe pos 1. Bener-bener gak salah pilih. Lanjut dari post 1 menuju post 2 kami berjalan sekitar 30 menit-an dengan jalur agak menanjak, tapi gak nanjak-nanjak banget sih. Cuma cukup menguras tenaga, bahkan saya sempet terjerembap jatuh akibat kurang hati-hati ketika mengambil video.

Lalu tibalah kami di warung terakhir di post 2. Kami makan buah dan gorengan, terus istirahat hampir 30 menit sendiri. Bayangin, sebenernya kami niat naik gunung enggak sih ini. Wkwkwkwk


Akhirnya rute dari post 2 menuju post 3 kami beneran mendaki. Jalurnya naik terus gak ada landainya. Wahh baru kerasa anak gunungnya. Di sinilah mental mulai diadu. Nehh bahasanya. Saya sendiri mulai ngeluh dan berasa mulai nyesel kenapa pula harus ikut naik gunung. Tapi setiap perasaan itu muncul, maka saya langsung bilang pada diri sendiri, "tenang, aku pasti bisa! gak usah buru-buru puncaknya gak bakalan pindah".


Syukurnya saya dan teman yang lain juga selow aja jalannya, udah gitu pak Yadi sabar banget nemenin dan motretin kami tiap ada spot ketjeh untuk foto. Padahal pak Yadi sambil bawa keril yang gedenya udah kaya orang diusir dari rumah. Oiya, salah satu tips kalau capek daki, banyakin aja foto-foto pasti nanti gak kerasa capeknya, tapi ya itu gak bakalan sampe-sampe. Wkwkwkw.



Setelah perjuangan panjang dan kaki terus dipaksa nanjak, akhirnya kami tiba di pos 3 atau yang biasa disebut pos cacingan. Jangan tanya kenapa namanya begitu ya. Yang pasti istirahat sejenak di sini itu rasanya adem banget kayak liatin muka gebetan. Dikelilingi pepohonan rindang, cocok banget untuk duduk sejenak melepas penat. Saya lihat ada yang mendirikan tenda di sini. Jadi mungkin biar gak bawa barang banyak pas summit jadi nendanya di pos 3.



Kalau lihat jalur trek yang harus saya lalui, maka saya rasa wajar kalau gunung Prau ini dijadikan gunung pemula bagi para pendaki. Jadi jalurnya itu nanjak terus. Cuma enggak terlalu jauh karena tingginya yang 2565 mdpl.


Lagi capek-capek nanjak langit pun menggelap, kabut mulai menutup perjalanan, rintik hujan mulai menyapa. Udah dramatis belum? Hehehe, syukurnya kami pun berhasil tiba di post bayangan, dimana sinyal berada, yaitu post pelawangan. Kalau kalian udah baca tulisan ini berarti, selamat anda sudah hampir tiba. Ueaayae.

Lalu dengan sisa-sisa tenaga yang ada akhirnya kami tiba di area camp diiringi deras hujan yang berjatuhan kami berjalan cepat menuju tenda. Untungnya kami menggunakan jasa private open trip, begitu sampai kami langsung bisa masuk tenda. Hahahaa. Awalnya, biayanya sebesar 300/pax utk 6 orang, tapi tiba-tiba satu teman kami berhalangan hadir, jadinya kami kena biaya tambahan 300/ 5 orang. Tapi saya rasa jumlah itu sesuai dengan fasilitas yang kami dapat. Yaitu, mobil antar jemput terminal Mendolo-Basecamp Patak Banteng, tenda, makan 2 kali, toilet portable, dan kami hanya membawa barang pribadi saja. Udah gitu pak Yadi sebagai guide nya juga sangat ramah dan lucu. Affordable banget lah harganya.

AREA CAMP... 

Sesudah hujan reda kami berfoto sejenak ala megang cangkir di depan tenda orang lain dengan background kabut di belakang. Lalu kami berlima berkumpul dan bermain games yang menceritakan aib kami masing-masing. Untuk sesi ini gak usah saya perjelas ya, intinya kami jadi lebih tahu rahasia satu sama lain. Hahaha. Lagi asik main, ehh dianterin makanan enak berupa nugget, sop dan telur goreng. Ya ampun lagi-lagi saya mikir ini kami beneran anak gunung bukan sih. Hehehehe


Setelah kenyang jadinya ngantuk, jugaan badan udah capek banget, jadi kami memutuskan untuk tidur. Maksud hati tidur nyenyak namun apadaya harus bolak balik terbangun karena udara yang cukup dingin. Selain itu ada rombongan lain yang menyalakan musik dengan sangat keras. Malam itu gunung bak club malam. Berisik!! Hadeuhh please banget buat teman-teman yang suka naik gunung atau ada wacana naik gunung, jangan ditiru kelakuan begini. Itu mengganggu banget sih, sayang aja enggak ada petugas patrolinya, kalau ada pasti suruh matiin deh musiknya.

Tidur dengan keadaan tak nyenyak dengan segala rintanganya membuat waktu berjalan sangat cepat, eh tiba-tiba udah jam 04:30 pagi, ngintip keluar tenda dan langit udah keliatan cerah dengan warna oranye. Masih ngantuk tapi masak jauh-jauh cuma buat tiduran doang, akhirnya saya dan kembaran sepakat untuk bangun dan keluar tenda. Iyalah kalau tidur mah bisa kapan aja, tapi kalau lihat sunrise di gunung kan jarang-jarang. Pemikiran itu yang bikin kami semangat bangun. Hehehehe.

SUNRISE HUNTING... 

Selain kami teman kami yang lain juga udah pada bangun. Jadilah kami berlima pergi untuk menuju spot yang kami inginkan. Udara cukup dingin, tapi karena jalan nanjak menuju spot selanjutnya, udara dingin perlahan menghilang.


Mulailah kami berfoto di sana sini dan ambil video. Menangkap moment matahari terbit dibalik gunung. Selain kami sudah ada ratusan sunrise hunter lainnya. Wahh ternyata begini ya rasanya berburu pagi bersama ratusan orang. Hehehe. Oiya, hal penting yang harus kita ingat, seheboh apapun kita mau mengabadikan keindahan dan moment di gunung, usahakan tetap tertib dan menjaga kelestarian alam sekitar ya guys. Misalnya jalan sesuai trek, enggak metikin tanaman yang ada dan jangan sampai buang sampah sembarangan. Biar alam kita selalu terjaga keberadaannya. Oke?


Setelah hampir 2 jam berkeliling dan foto sana sini sembari menikmati udara segar, kamipun sepakat untuk kembali ke tenda. Kami yang awalnya mau pulang lewat jalur dieng Kulon, akhirnya memutuskan untuk tetap kembali via patak banteng. Selesai sarapan dan packing, kamipun persiapan turun. Sebelumnya kami menyempatkan diri foto di depan plang dengan tulisan 2565 mdpl. Ini Wajib banget sihh katanya. Hehehe.



TURUN... 

Kami turun jam 8:30 pagi, kalau pas berangkat kami harus nanjak, sekarang kami harus menuruni jalan. Saya pribadi merasa lebih capek dan kudu ekstra hati-hati. Karena harus kuat menahan tubuh yang bertumpu pada kaki saja. Walaupun capek tapi pulangnya terasa lebih cepat. Jadi sekitar 10:30 pagi kami udah sampe basecamp rumahnya pak Yadi lagi. Dengan catatan istirahat selama 30 menit di warung pos 2 dan naik ojek lagi dari pos 1 menuju basecamp. Hehehehee.



Lalu sesampainya di Basecamp pak Yadi, kami kembali beberes. Lalu selesai beberes kami mampir untuk membeli oleh-oleh. Selanjutnya kami diantar kembali ke terminal Mendolo, setelah sebelumnya kami makan sore di rumah makan yang terkenal akan mie ongkloknya. Sesampainya di terminal kamipun berpisah.


PULANG... 

Saya mencari bus menuju Purbalingga. Kali ini bis ekonomi kecil, dengan ongkos 25 ribu, maka 2,5 jam kemudian saya sudah tiba kembali di terminal Purbalingga dan sudah ditunggu kakak saya. Welcome home!

Perjalanan ini sangat singkat, cuma sabtu minggu tapi sangat menyenangkan, capek sihh tapi sebanding dengan pengalaman yang saya dapatkan. Pantas saja orang pada suka naik gunung, saya aja udah semangat pengen naik gunung lagi, walaupun dua hari kemudian kaki saya sakit banget sampe gak kuat jalan. Hahahhaa. Duhh naik gunung apa nih selanjutnya.


HAPPY READING SEGERAKAN TRAVELING! 

WITH LOVE, 

MRS





Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Newer Posts
Older Posts

Kubbu

Kubbu Network

http://kubbu.net/

https://kubbu.net/wp-content/uploads/2019/06/logo-kubbu-komunitas-blogger-dan-buku-300x225.jpg

Mengenai Saya

Foto saya
mrs.kingdom17
Hiiii... how's your life?
Lihat profil lengkapku

Follow Us

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • Google+
  • pinterest
  • youtube

Categories

recent posts

Sponsor

Facebook

Blog Archive

  • Agustus 2021 (1)
  • Juni 2021 (1)
  • Maret 2021 (1)
  • Januari 2021 (1)
  • Oktober 2020 (30)
  • Juni 2020 (1)
  • Mei 2020 (1)
  • Maret 2020 (2)
  • Februari 2020 (1)
  • Januari 2020 (3)
  • Desember 2019 (1)
  • November 2019 (4)
  • Oktober 2019 (3)
  • September 2019 (4)
  • Agustus 2019 (3)
  • Juli 2019 (4)
  • Juni 2019 (5)
  • Mei 2019 (4)
  • April 2019 (4)
  • Maret 2019 (5)
  • Februari 2019 (3)
  • Januari 2019 (4)
  • November 2018 (3)
  • Oktober 2018 (2)
  • September 2018 (2)
  • Agustus 2018 (3)
  • Juli 2018 (4)
  • Juni 2018 (3)
  • Mei 2018 (3)
  • April 2018 (6)
  • Maret 2018 (8)
  • Februari 2018 (2)
  • Januari 2018 (4)
  • Desember 2017 (11)
  • November 2017 (6)
  • Oktober 2017 (4)
  • September 2017 (1)
  • Agustus 2017 (8)
  • Juli 2017 (4)
  • Juni 2017 (2)

Created with by ThemeXpose