Hai Guys,
Apa Kabar?
Kali ini aku mau cerita trip yang dadakan yang baru aku jalani. Oiya, harusnya nyambung cerita tentang Raja Ampat tapi berhubung malas karena foto-foto sudah disimpan ke hard disk semua, jadi kali ini cerita dengan foto yang tersedia di handphone aja ya.
Trip yang diadakan tanggal 20 Mei ini memang dadakan karena aku baru mau bikin keputusan ikut tanggal 19 siang dan besoknya harusnya naik kereta pagi menuju Surabaya. Iya, jadi tujuannya adalah salah satu tempat paling hits di ujung Jawa Timur apalagi kalau bukan kawah Ijen.
Kenapa meeting pointnya dari Surabaya? Karena dua teman datang dari jakarta dan teman lokal dari Lamongan. Jadi Surabaya pas jadi titik temu baik naik pesawat, kereta maupun mobil.
Saya dan kembaran, sebut saja Mawar, naik kereta dari stasiun Purwokerto ke stasiun gubeng menempuh perjalanan kurang lebih 7 jam yang dimulai jam 9 sampai jam 4 sore. Wow lama sekali ya, bagaimana tidak kami melewati kota-kota yang ada di 3 provinsi, yaitu Jawa Tengah, Yogyakarta dan berakhir di Jawa Timur.
Singkat cerita kamipun bersatu dan mulai perjalanan menuju kawah Ijen yang ada di Banyuwangi (atau Situbondo hayo). Dalam perjalanan kami sempat mampir untuk membeli kebutuhan pribadi dan makan malam.
Tidak terasa sekitar jam 12 malam kami tiba di paltuding, yaitu pintu masuk mendaki Ijen. Ternyata sudah banyak perubahan terjadi ya. Jadi dulu kali pertama dan kedua saya ke Ijen itu tahun 2017, masih belum banyak pedagang di kawasan parkir, sekarang sudah lebih rame. Fasilitas toilet juga lebih banyak.
Biasanya jam 1 dini hari loket tiket sudah dibuka, tapi entah karena korona atau memang aturan baru, sekarang pendakian baru dimulai pukul 3 dini hari. Sebenarnya saya santai saja toh sudah pernah melihat blue fire ini, jadi memang niatnya tidak akan turun ke kawah. Cuma cukup kasihan sama 3 teman yang lain yang belum pernah lihat blue fire. Oiya kembaran saya juga kali kedua ke Ijen, tapi pada pendakian pertama juga tidak turun ke kawah, jadi belum melihat blue fire. Namun berdasarkan pengalaman saya, rasanya kalau mulai pendakian jam 3 pagi, maka blue fire tidak akan bisa dilihat lagi. Karena memang bisa dilihat dalsm keadaan yang masih gelap.
Setelah menunggu 3 jam sambil menghangatkan diri di depan api unggun, akhirnya kami diijinkan masuk. Oiya, tiket sudah kami beli sebelumnya secara online seharga lima ribu rupiah per orang.
Pendakian pun dimulai. Bagi yang sudah pernah mendaki Ijen pasti paham kalau jalur trekkingnya bukan jalur yang mudah bagi pemula karena jalur pendakian makin jalan makin nanjak. Meski hanya berjarak 3 Km, tapi kalau naik terus capek juga.
Bersyukur saya sudah rutin olahraga cardio, jadi napas saya masih lebih stabil, berbeda dengan kembaran dan satu teman wanita saya, Sofie yang sangat lelah bahkan sampai muntah karena rutenya yang terus menanjak. Puji Tuhan akhirnya kami bisa tiba di puncak Ijen dalam durasi 3 jam.
Ketika sampai di atas, matahari sudah menerangi puncak Ijen. Ternyata di pinggiran Ijen sudah dibangun pagar untuk mencegah pengunjung jatuh ke bawah. Selain itu ada juga kamar mandi, meski tidak ada bahkan berbau. Entahlah hal ini terjadi karena masa pandemi atau memang sulit membawa air ke atas. Lagipula dari awal saya pribadi kurang setuju sih waktu tahu ada wacana pembangunan fasilitas di puncak Ijen.
Melihat dari bentuk dan struktur kawah Ijen saat ini, sepertinya pengunjung sudah tidak diperbolehkan lagi ke bagian bawah kawah. Hal ini terlihat dari struktur kawah Ijen yang sudah mulai terkikis makin dalam. Hem, mungkin ini penyebab jam masuk sekarang jadi jam 3 dini hari. Karena kegiatan menyaksikan blue fire sudah tidak bisa dilakukan lagi. Sebagai orang yang pernah menyaksikan blue fire secara dekat saya amat bersyukur pernah punya pengalaman itu, di sisi lain kasihan sama teman-teman yang belum pernah lihat padahal sudah capek-capek mendaki.
Untungnya semua itu terbayarkan dengan view indah dikawasan hutan dan kayu mati yang ada di tepian mulut kawah Ijen. Nah kenapa saya sampai mau ketiga kalinya ke Ijen karena pada kunjungan pertama dan kedua saya tidak sempat ke sini karena sudah terlalu lelah.
Untuk menuju spot ini kita masih harus berjalan jauh mengitari tepian kawah Ijen, jalurnya juga masih sedikit menanjak. Selain itu harus selalu jaga keamanan untuk mencegah kecelakaan yang tidak diinginkan.
Seperti biasa kawah Ijen selalu ramai pengunjung. Meski kali ini tidak seramai biasanya, cuma tetap harus antre jika mau foto di spot-spot populer.
Demikianlah perjalanan kami, dengan tubuh yang lelah kami mengabadikan perjuangan kami. Muka kucel, mata mengantuk tidak menyurutkan niat kami foto-foto. Hahaha.
Puas foto-foto dan istirahat kamipun turun sekitar pukul 9 pagi. Kalian mungkin berpikir perjuangan sudah selesai, tentu saja tidak karena perjuangan turun lebih berat daripada naik!
Happy Reading Segerakan Traveling!
MRS